Kamis, 31 Mei 2012

Ini gaya Ku

Untitled Album Slideshow Slideshow: TripAdvisor™ TripWow ★ Untitled Album Slideshow Slideshow ★ untuk Sibolga and Indonesia (near Samosir). Slideshow perjalanan gratis yang menakjubkan di TripAdvisor

Rabu, 16 Mei 2012

Ksatria Hitam

Senjata buatan BA.L ini merupakan perpaduan tank kendali jarak jauh dengan kendaraan pengintai dirancang untuk situasi yang sangat berisiko bagi kendaraan berawak.

Untuk menghemat biaya pembuatan, senjata ini berbagi sistem senjata dan bagian mesin dengan kendaraan bernama Bradley Fighting.

Senjata tersebut termasuk meriam 30mm, senapan mesin dan mesin bertenaga 300hp. Kendaraan ini juga memiliki software navigasi otomatis yang mampu merancang dan mengikuti jalurnya sendiri tanpa masukan dari sumber luar.

PHASR Rifle

Senapan Personel halting and Stimulation Response (PHASR) buatan Kementrian Pertahanan AS ini mampu mengeluarkan laser yang disebut dazzler untuk membutakan dan membingungkan musuh yang muncul untuk bebarapa saat.


PHASR sendiri menggunakan laser hijau untuk memperhitungkan jarak target dan memastikan intensitas yang tak membutakan.

Jubah Hilang ADAPTIV

Jubah buatan BAE Systems (BA.L) ini dikembangkan dan dipatenkan di Swedia. Fungsi ADAPTIV melebihi inframerah dan frekuensi elektronik lainnya.

Selain bisa membuat kendaraan tampak menghilang, jubah ini bisa membuat agar sinyal pendeteksi mendeteksinya sebagai obyek lain.

AA12 Atchisson Assault Shotgun

Senjata buatan Maxwell Atchisson ini mampu menembakkan lima peluru per detik. Selain itu, senapan ini juga menembakkan peledak tinggi atau granat fragmentasi yang disebut FRAG-12 dengan efisiensi sejauh 175 meter.

Senjata ini dirancang untuk pertarungan jarak dekat dan menariknya, senjata ini mampu menembakkan sembilan ribu peluru tanpa macet.

MQ9 Reaper Drone


Pesawat buatan General Atomics Aeronautical Systems (GA-ASI) ini sudah ada selama 10 tahun. Pesawat ini kebanyakan digunakan untuk intelijen dan pengintaian.

Pesawat yang memiliki lebar 25 meter hingga ke sayap ini saat lepas landas memiliki berat 3.175kg dengan kapasitas muatan 1.360kg dan mampu terbang selama 36 jam. Pesawat ini mampu terbang hingga ketinggian 15.850 meter serta mampu membawa bom seberat 227kg.

Sabtu, 05 Mei 2012

peringatan HUT ke-65

01 Oktober 2010, Jakarta -- Sebanyak 50 pesawat berbagai jenis akan memeriahkan peringatan HUT ke-65 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Jakarta, pada 5 Oktober 2010.

Juru bicara TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro, di Jakarta, Jumat, mengatakan, 50 pesawat tersebut terdiri atas tujuh pesawat Sukhoi, 11 pesawat Hawk 109/209, dua pesawat Hawk MK 53, dan lima pesawat F-5E Tiger.

"Terdapat pula tujuh pesawat F-16, dan enam pesawat KT I Wong Bee, enam pesawat Colibri, dua helikopter SA 330, dua pesawat angkut C-130 Hercules, dan dua pesawat gelatik Satud Tani," katanya.

Selain pesawat dan helikopter TNI Angkatan Udara juga dilibatkan enam helikopter MI-17 TNI Angkatan Darat dan lima pesawat C-212 dan lima heli Bell?412 milik TNI Angkatan Laut.

Bambang mengatakan, beberapa jenis akan melakukan terbang lintas.

"Masing-masing pesawat tersebut akan terbang di atas mimbar upacara yang dilaksanakan di Taxi Way Echo Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Selain atraksi terbang lintas berbagai jenis pesawat dari ketiga angkatan, perayaan hari jadi TNI itu juga akan dimeriahkan atraksi terjun payung.

Peringatan HUT ke-65 TNI akan dilakukan dalam sebuah upacara militer yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Rabu, 02 Mei 2012

Ironi Sepak Bola Papua

Papua gudangnya pemain sepak bola. Sejak era 1970-an sampai kini pun kerap berganti ketenaran aksi pemain Papua yang mewarnai panggung sepak bola nasional. Tatkala aksi anak Papua menggelitik hati penggila bola Tanah Air, datanglah pujian dan sambutan tanpa batas. Namun, siapa sangka di balik kecemerlangan pemain Papua, pembinaan dasar atlet muda di Papua berjalan seadanya.

Mereka bisa tampil mengesankan bukan dari proses pembinaan yang mapan. Semua ini semata lebih karena semangat dan kemampuan bakat alam yang mereka miliki.

Potret kelam pembinaan atlet muda sepak bola Papua setidaknya terekam dari kondisi Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Papua di Jayapura. Bertahun-tahun pembinaan atlet berlangsung dengan fasilitas seadanya. Program latihan digelar dengan lapangan sepak bola sewaan yang belum memenuhi standar lapangan internasional. Kondisi lapangan bergelombang karena kubangan. Rumput lapangan tumbuh tak merata dan batas bidang lapangan yang tak jelas karena tanpa batas lapangan.

Kondisi ini tentu sangat ironis karena keberadaan PPLP dalam sistem pembinaan prestasi berperan sangat strategis dan mendasar sebagai wadah bagi pembibitan dan pembinaan atlet berbakat. Hal ini mengingat jumlah anak usia sekolah yang besar dan menjadi usia potensial dalam pembinaan prestasi olahraga.

Lewat PPLP, atlet tidak cuma dibina dalam urusan prestasi olahraganya, tetapi juga pendidikannya. Dengan kombinasi pembinaan bakat dan pendidikan, diharapkan terbentuk akhlak dan moral, seperti kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, disiplin, kritis serta kreatif pada atlet.

Sudah terbukti, dari PPLP ini, dari generasi ke generasi lahir pemain berbakat yang ikut membela tim nasional. Sebut saja Adolof Kabo, Yonas Sawor, dan Metu Duaramuri. Mereka atlet bertalenta yang merupakan generasi PPLP Papua pertama yang didirikan pada 1985.

Setelah generasi ini, muncul nama-nama pemain lainnya, seperti Ishak Fatari, Chris Yarangga, Ritam Madubun, dan Aples Tecuari. Pada generasi sekarang, muncul Titus Bonai dan Okto Maniani yang memukau bersama timnas U-23. Yang paling fenomenal tentu sosok Boaz Solossa, pemain 25 tahun yang kini menjadi tulang punggung klub Persipura.

Bukan cuma soal kondisi lapangan yang memprihatinkan, atlet PPLP sepak bola Papua juga dipaksa mengalah untuk asrama penginapan. Gedung yang seharusnya menjadi asrama untuk atlet PPLP justru dipakai untuk kepentingan di luar kegiatan pembinaan olahraga. Bangunan yang semestinya bisa menampung 22 atlet kini dihuni Majelis Rakyat Papua.

Terpisahnya asrama atlet dengan tempat latihan makin membebani atlet PPLP. Setiap selesai latihan pada pagi hari, mereka sudah harus bergegas berangkat ke sekolah yang berlokasi jauh terpisah. Demikian pula saat selesai sekolah, mereka harus kembali ke asrama sebelum menuju lapangan.

Secara konsep, kondisi ini sudah tidak ideal. Karena yang namanya pemusatan latihan, semestinya semuanya sudah terintegritas dalam satu kawasan antara tempat latihan, sekolah, dan asrama. Terlebih lagi, jika pendidikan para atlet disamakan dengan sekolah umum.

”Idealnya, asrama, tempat latihan, dan sekolah dalam satu kawasan. Selain memudahkan proses pendidikan dan latihan, juga untuk pengawasan. Untungnya, para atlet kami bersemangat tinggi. Meski dalam keterbatasan, mereka tetap menjalani pendidikan dan berlatih dengan semangat,” kata Ketua Bidang Olahraga Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Papua Noach Baransano.

Program latihan

Minimnya alat-alat latihan juga membuat tim pelatih menerapkan program latihan yang sederhana. Penekanan latihan lebih kepada fisik dan pematangan teknik dasar. Tak terlihat struktur pola latihan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Jangankan alat-alat angkat beban, seragam latihan pun mereka tak punya.

”Untungnya mereka punya bakat alami yang luar biasa. Mereka juga punya semangat dan keinginan kuat untuk maju. Mereka selalu termotivasi dengan keberhasilan senior mereka yang bermain di klub peserta Liga Indonesia ataupun timnas,” kata salah satu pelatih PPLP Papua, Yan Rontini.

Semangat dan antusiasme anak-anak Papua yang masih berusia belasan tahun itu terlihat dalam sesi latihan di lapangan bola SMA YPKK Taruna Dharma, Jumat (27/4). Mereka mengikuti semua instruksi pelatih yang menempa kekuatan fisik mereka.

”Ayo, dua pohon tiga kelinci,” kata sang pelatih. Para pemain yang sedang berlatih mengumpan bola segera berlari berhamburan mencari teman untuk membuat formasi yang diinginkan pelatih. Mereka membuat grup yang terdiri dari dua pemain yang berdiri sebagai pohon, sedangkan tiga pemain lainnya jongkok.

Bagi pemain yang tidak bergerak cepat, tentu tidak akan mendapat teman untuk membuat formasi yang diinginkan pelatih. Sanksinya mereka harus push up sebanyak 10 kali. ”Latihan ini memang terlihat sederhana. Namun, sebenarnya latihan ini untuk mengasah kecepatan respons mereka, keberanian mengambil keputusan, dan bertanggung jawab jika mereka gagal dalam permainan ini,” kata Yan.

Latihan-latihan seperti ini, kata Yan, harus dilakukan untuk menyiasati keterbatasan sarana dan prasarana latihan. ”Kami, tim pelatih, harus kreatif. Kami tidak bisa membiarkan semangat dan antusiasme pemain dalam latihan,” ujarnya menambahkan.

Kerja keras mereka akhirnya terbayar. Sejumlah pemain dipanggil untuk membela tim PON Papua. Bahkan, sejumlah pemain juga direkrut memperkuat timnas PSSI U-16 yang berlaga di Piala AFF beberapa waktu lalu.

Martinus Asso mengaku sangat beruntung bisa bergabung di PPLP. Pemain kelahiran 9 Juni 1996 ini merasa mengalami banyak kemajuan sejak bergabung di PPLP dua tahun lalu. Postur tubuh siswa kelas III SMP ini tidak terlalu tinggi, tetapi kemampuan olah bola dan kecepatan larinya cukup mengagumkan. Tak heran jika Martinus masuk timnas U-16.

Melihat potensi dan sumber daya atlet Papua yang sangat besar di usia sekolah, sepertinya memberi harapan besar. Seandainya bakat alami mereka bisa dibina dengan lebih baik dengan dukungan sarana dan prasarana serta iptek, tak mustahil prestasi sepak bola nasional bisa lebih melambung.